
Transisi IKM Menuju Circular Economy: Tantangan dan Peluang Open Innovation untuk Mencapai Kinerja Keberlanjutan. – Dalam lingkungan bisnis yang berkembang pesat saat ini, keharusan untuk mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan menjadi tidak dapat disangkal, dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tidak terkecuali. Sebagai tulang punggung ekonomi global, menyumbang lebih dari 50% dari total lapangan kerja di seluruh dunia, UKM memainkan peran penting dalam mendorong pembangunan dan memastikan ketahanan ekonomi. Namun, banyak UKM di Indonesia tetap terkunci dalam model ekonomi linier tradisional “Take-Make-Dispose”, sebuah sistem yang pada dasarnya tidak efisien dan menghasilkan limbah yang besar. Mengatasi tantangan ini membutuhkan perubahan paradigma, dan Circular Economy (CE), yang didorong oleh prinsip-prinsip Inovasi Terbuka, menawarkan jalur transformatif.

Gambar 1. Circular Economy vs Linear Economy
Linear Economy menciptakan tantangan besar bagi UKM, terutama keterbatasan modal, sumber daya, dan pengetahuan dalam pengelolaan sampah dan efisiensi operasional. Gambar 1 menjelaskan perbedaan proses antara Circular Economy dan Linear Economy. Circular Economy (CE), berdasarkan 3R (reduce, reuse, recycle), menawarkan cara untuk mempertahankan nilai dan mengurangi bahaya. Namun bagi UKM yang memiliki sumber daya terbatas, pergeseran sulit tanpa Inovasi Terbuka untuk memungkinkan kolaborasi dan dukungan. Inovasi terbuka adalah penggunaan arus pengetahuan internal dan eksternal untuk mempercepat inovasi. Dengan berkolaborasi dengan universitas, lembaga penelitian, lembaga pemerintah, dan masyarakat, UKM dapat mengakses ide, teknologi, dan keahlian baru yang mendukung transisi mereka ke ekonomi sirkular. Penerapannya meliputi: (1) Kolaborasi lintas sektor untuk mengembangkan inovasi ramah lingkungan, (2) Inovasi desain proses dan produk untuk meningkatkan efisiensi dan daur ulang, dan (3) Memanfaatkan jaringan dan pengetahuan bersama untuk bertukar praktik terbaik dan mengatasi tantangan bersama.
Jauh sebelum konsep circular economy diperkenalkan secara resmi, banyak praktik tradisional di Indonesia telah mewujudkan prinsip-prinsipnya. Proses pencelupan alami yang digunakan dalam menenun tekstil ikat di Sumba Timur berfungsi sebagai contoh nyata kearifan lokal yang selaras dengan keberlanjutan. Praktik ini bergantung pada sumber daya alam yang tersedia secara lokal untuk menghasilkan warna-warna khas yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap lingkungan tetapi juga tertanam dalam makna budaya dan filosofis.

Gambar 2. Tumbuhan dan Proses Pembuatan Benang Warna Indigo
Pada Gambar 2 dijelaskan mengenai bahan baku alami untuk pembuatan benang tenun warna indigo. Tanaman nila (Indigofera tinctoria) merupakan sumber utama pewarna biru alami. Melalui fermentasi tradisional, daunnya melepaskan pigmen dalam yang diterapkan pengrajin dengan merendam benang berulang kali ke dalam larutan. Melalui fermentasi tradisional, daunnya melepaskan pigmen dalam yang diterapkan pengrajin dengan merendam benang berulang kali ke dalam larutan Teknik manual ini membutuhkan presisi untuk memastikan penyerapan yang merata, menghasilkan benang nila gelap dengan kualitas yang tahan lama.
Selain estetika, warna melambangkan ketenangan, kedalaman, dan perlindungan. Urutan ini mencerminkan keselarasan antara sumber daya alam, pengerjaan, dan simbolisme. Biru nila hanyalah salah satu dari banyak pewarna tradisional.
Masyarakat juga memanfaatkan akar, kulit pohon, dan lumpur untuk menciptakan warna yang beragam, masing-masing membawa makna budaya dan filosofis. Beberapa contoh berikut ini merupakan contoh pewarna alami untuk pembuatan benang tenun ikat beserta nilai-nilai yang terkandung dalam setiap motif tenun tersebut, yaitu:
a. Pewarnaan Alami Akar Menkudu
Pewarna merah tua dari akar mengkudu (Morinda citrifolia), diperoleh melalui penumbuk, perebusan, dan fermentasi, melambangkan keberanian, kekuatan, dan vitalitas dalam tekstil tradisional.
b. Pewarna Alami Kulit Pohon
Kuning cerah dari kulit pohon rebus, dioleskan melalui perendaman dan perendaman, melambangkan kemakmuran, harapan, dan doa untuk kelimpahan dalam tekstil tradisional.
c. Pewarna Alami Tanaman Nilam
Daun nila (Indigofera tinctoria) menghasilkan pewarna biru tua melalui fermentasi alami, melambangkan ketenangan, kedalaman, kebijaksanaan, dan perlindungan.
d. Pewarna Alami Lumpur
Hitam secara unik terbuat dari lumpur yang dicampur dengan ekstrak daun atau kulit kayu, menghasilkan warna yang tahan lama dan meningkatkan kontras motif kain.
Praktik-praktik ini menggambarkan circular economy dengan menggunakan sumber daya lokal, terbarukan, dan dapat terurai secara hayati yang mengurangi polusi kimia dan menutup siklusbiologis, memungkinkan residu kembali dengan aman ke alam. Teknik ini juga menghasilkan warna yang tahan lama, memperpanjang umur produk dan melawan budaya buang dari ekonomi linier. Dengan dukungan dari inovasi terbuka, circular economy tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi juga mendorong UKM menuju kinerja keberlanjutan yang lebih luas, secara langsung berkontribusi pada pencapaian berbagai target pembangunan melalui capaian pada beberapa point SGD, yaitu:
- SDG 6: Air Bersih dan Sanitas Layak
Meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi dari pewarnaan kain dan meminimalkan penggunaan bahan kimia berbahaya.Strategi: Mengelola limbah cair pewarnaan tenun ikat dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle), misalnya menggunakan kembali air cucian yang sudah disaring untuk proses pra-cuci benang.
2. SDG 7: Energi Bersih dan Terjangkau
Penerapan energi terbarukan dalam proses produksi untuk menekan biaya dan emisi karbon.Strategi: Mengoptimalkan penggunaan panel surya sebagai sumber listrik alternatif bagi mesin pemintal dan peralatan produksi.
3. SDG 9: Industri dan Infrastruktur
Meningkatkan infrastruktur dan retrofit industri agar dapat berkelanjutan dan bertanggungjawab dalam penggunaan sumber dayaStrategi: Adopsi teknologi bersih dan ramah lingkungan serta inovasi untuk peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya
4. SDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab
Pengelolaan limbah pewarna alami dan kimia untuk mengurangi pencemaran lingkungan.Strategi: Daur ulang limbah pewarna untuk benang gradasi, mengurangi bahan kimia sekaligus menciptakan pola unik.
Dengan menggabungkan prinsip circular economy, inovasi terbuka, dan kearifan lokal, diharapkan UKM/IKM Indonesia mampu tumbuh berkelanjutan, berdaya saing global, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan dan nilai budaya bagi generasi mendatang. Referensi yang relevan terkait dengan diskusi dalam artikel ini dapat ditemukan dalam publikasi-publikasi ilmiah berikut:
- Rumanti, A. A., Rizaldi, A. S., Amelia, M., & Achmad, F. (2024). Transisi IKM menuju circular economy: Tantangan dan peluang open innovation untuk mencapai kinerja keberlanjutan. Tel-U Press.
- Rahmat, D. A., Rumanti, A. A., Pulungan, M. A., Rizaldi, A. S., & Amelia, M. (2024). Evaluating the Role of Open Innovation and Circular Economy in Enhancing Organizational Performance: Insights from Batik Small and Medium Enterprises in Banyuwangi, Indonesia. Sustainability, 16(24), 11194.
- Rahmat, D. A., Rumanti, A. A., Pulungan, M. A., & Amelia, M. (2024, September). Prioritized Performance of Circular Economy in Batik SMEs Performance: Interpretive Structural Modeling Approach. In Asia Pacific Conference on Manufacturing Systems and International Manufacturing Engineering Conference (pp. 61-70). Singapore: Springer Nature Singapore.
- Achmad, F., Prambudia, Y., & Rumanti, A. A. (2023). Sustainable tourism industry development: A collaborative model of open innovation, stakeholders, and support system facilities. IEEE Access, 11, 83343-83363.
Contributor: Prof. Dr. Augustina Asih Rumanti | Editor: Gayuh Nugraha, S.Ds.